Diskusi Ekonomi Kerakyatan membahas terkait pasar tradisional |
GLOBALISASI menyebabkan industri jasa yang terdiri dari berbagai macam
industri seperti industri telekomunikasi, transportasi, perbankan, perhotelan,
dan ritel berkembang dengan cepat (Zeithhaml & Bitner, 2003, dalam Fransisca,
2007). Dalam dunia pemasaran globalisasi memberikan efek yang mengagumkan dengan
munculnya teori pemasaran yang mengadopsi dari dunia barat sehingga banyak
bermunculan Pasar Modern di Indonesia yang memiliki potensi besar untuk
menggeser keberadaan Pasar Tradisional.
industri seperti industri telekomunikasi, transportasi, perbankan, perhotelan,
dan ritel berkembang dengan cepat (Zeithhaml & Bitner, 2003, dalam Fransisca,
2007). Dalam dunia pemasaran globalisasi memberikan efek yang mengagumkan dengan
munculnya teori pemasaran yang mengadopsi dari dunia barat sehingga banyak
bermunculan Pasar Modern di Indonesia yang memiliki potensi besar untuk
menggeser keberadaan Pasar Tradisional.
Bermula dari Keppres No. 96/2000 tentang usaha tertutup dan terbuka bagi
penanaman modal asing (PMA) yang memasukkan ritel terbuka bagi asing, ritel
asing-pun menguasai berbagai kota.
Akibatnya hipermarket tumbuh dari 83 pada 2005 menjadi 121 pada 2007, minimarket
dari 6.465 tahun 2005 menjadi 8.889 pada 2007. Pada 2002-2008 Pasar Modern
tumbuh 31,4 %. Bahkan, pada 2009 peritel asing, Wallmart, Casino, Tesco, dan
Central Thailand, berebut masuk. Adapun, Pasar Tradisional pada 2002-2008 turun
11,7 %. Sepuluh tahun terakhir, pedagang Pasar Tradisional turun 40%.
Pesatnya pembangunan Pasar Modern dirasakan oleh banyak pihak berdampak terhadap
keberadaan Pasar Tradisional. Di satu sisi, Pasar Modern dikelola secara
profesional dengan fasilitas yang serba lengkap. Di sisi lain, Pasar Tradisional
masih berkutat dengan permasalahan klasik seputar pengelolaan yang kurang
professional dan ketidak nyamanan berbelanja.
Menyikapi persoalan tersebut, STIE Budi Pertiwi dalam gelaran diskusi terbuka
tentang ekonomi kerakyatannya membahas persoalan pasar yang dihadiri oleh
Kasubag Program dan Pelaporan Disperindagtamben Kabupaten Karawang, H. Anwar
Musyadad, SE., MM.
Dalam diskusi tersebut sempat dipertanyakan soal maraknya pasar modern dan
semakin terpuruknya pasar tradisional, sehingga para peserta berharap dapat
memberikan kontribusi pemikiran terkait optimalisasi pasar Tradisional ditengah
persaingan global.
“Persoalan pasar tradisonal bukanlah hal yang baru dengan berbagai kekisruhannya
serta kondisinya yang semakin membuatnya semakin terpuruk ditengah persaingan
global, untuk itu, perlu kita sadari bersama untuk melakukan berbagai upaya
untuk mengoptimalkan fungsi pasar tradisional untuk dapat bersaing dengan pasar
modern,” tutur Moh. Idris, Sekjen Badan Eksekutif Mahasiswa STIE Budi Pertiwi
kepada Pasundan Ekspres seusai kegiatan.
Dikatakan, bahwa pasar tradisional merupakan salah satu pondasi ekonomi rakyat
yang perlu diperhatikan agar keberadaannya lambat laun tidak punah, “misalnya
dengan dilakukan pemutakhiran system managementnya secara professional sehingga
pengelolaannya tidak asal-asalan. Tidak menutup kemungkinan pemerintah juga
menjalin kerjasama dengan pihak swasta untuk pengelolaan pasar bukan hanya
pembangunannya saja, sehingga mekanisme pengelolaannya pun dikelola secara
professional dalam rangka meningkatkan daya saing pasar tradisional terhadap
pasar modern,” tambahnya.
Di sisi lain, Shogi Lufthi, Ketua Umum Lembaga Pers Mahasiswa STIE Budi Pertiwi
menuturkan bahwa pasar tradisional dengan berbagai kecenderungannya, telah
menggeser paradigma masyarakat untuk berbelanja di pasar tradisional tersebut,
“bayangkan jika kita berbelanja di pasar tradisional yang becek dan bau serta
kumuh dengan berbelanja di pasar modern yang menawarkan berbagai fasilitas dan
berbagai kenyamanan siapa yang tak tertarik dengan konsep pasar modern. Nah, ini
yang menurut kami perlu kiranya dilakukan sebuah langkah konkret oleh pemerintah
daerah untuk mensiasati hal tersebut, sehingga pasar tradisional tidak punah
perlahan-lahan,” katanya.
“Saya yakin dan percaya, pemerintah daerah melalui instansi terkait memikirkan
betul terkait hal tersebut, namun perlu kirannya kesadaran kolektif dari
masyarakatpun diupayakan sehingga pasar tradisional itu tidak dikelola secara
konservatif yang membuatnya menjadi pilihan kedua setelah pasar modern,” tambah
Shogi.
Ditempat yang sama Aditya Johan, Kabid Kemahasiswaan BEMSTIE Budi Pertiwi lebih
menyikapi pada persoalan zonasi dan mekanisme pasar diantara kedua jenis pasar
tersebut. “Dalam hal pengelolaan pasar dewasa ini pemerintah harus dapat
memberlakukan mekanisme pasar yang adil demi kesejahteraan masyarakat terutama
para pelaku pasar tradisional. Misalnya dengan memberlakukan sebuah aturan main
untuk pasar modern yang tidak boleh menjual salah satu produk yang produk
tersebut merupakan unggulan di pasar tradisional. Selain itu persoalan jam buka
juga harus mulai ditegaskan kepada pasar modern agar pasar tradisional tidak
keteteran melawan pasar modern, karena pada dasarnya Pasar Modern dan
Tradisional bersaing dalam Pasar yang sama, yaitu Pasar ritel atau perdagangan
secara ritel, sehingga hampir semua produk yang dijual di Pasar Tradisional
seluruhnya dapat ditemui di Pasar Modern. Semenjak kehadiran Pasar Modern,
Pasar Tradisional disinyalir merasakan penurunan pendapatan dan keuntungan yang
drastis” tuturnya.(edn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar