SELAMAT DATANG DI STIE BUDI PERTIWI

Ini merupakan Blog STIE Budi Pertiwi untuk media komunikasi dan informasi seputar aktifitas dan program pendidikan STIE Budi Pertiwi

Kamis, 14 April 2011

Pasar Tradisional Harus Mulai Bersaing

Diskusi Ekonomi Kerakyatan membahas terkait pasar tradisional
GLOBALISASI menyebabkan industri jasa yang terdiri dari berbagai macam 
industri seperti industri telekomunikasi, transportasi, perbankan, perhotelan, 
dan ritel berkembang dengan cepat (Zeithhaml & Bitner, 2003, dalam Fransisca, 
2007). Dalam dunia pemasaran globalisasi memberikan efek yang mengagumkan dengan 
munculnya teori pemasaran yang mengadopsi dari dunia barat sehingga banyak 
bermunculan Pasar Modern di Indonesia yang memiliki potensi besar untuk 
menggeser keberadaan Pasar Tradisional.

Bermula dari Keppres No. 96/2000 tentang usaha tertutup dan terbuka bagi 
penanaman modal asing (PMA) yang memasukkan ritel terbuka bagi asing, ritel 
asing-pun menguasai berbagai kota. 

Akibatnya hipermarket tumbuh dari 83 pada 2005 menjadi 121 pada 2007, minimarket 
dari 6.465 tahun 2005 menjadi 8.889 pada 2007. Pada 2002-2008 Pasar Modern 
tumbuh 31,4 %. Bahkan, pada 2009  peritel asing, Wallmart, Casino, Tesco, dan 
Central Thailand, berebut masuk. Adapun, Pasar Tradisional pada 2002-2008 turun 
11,7 %. Sepuluh tahun terakhir, pedagang Pasar Tradisional turun 40%. 

Pesatnya pembangunan Pasar Modern dirasakan oleh banyak pihak berdampak terhadap 
keberadaan Pasar Tradisional. Di satu sisi, Pasar Modern dikelola secara 
profesional dengan fasilitas yang serba lengkap. Di sisi lain, Pasar Tradisional 
masih berkutat dengan permasalahan klasik seputar pengelolaan yang kurang 
professional dan ketidak nyamanan berbelanja. 

Menyikapi persoalan tersebut, STIE Budi Pertiwi dalam gelaran diskusi terbuka 
tentang ekonomi kerakyatannya membahas persoalan pasar yang dihadiri oleh 
Kasubag Program dan Pelaporan Disperindagtamben Kabupaten Karawang, H. Anwar 
Musyadad, SE., MM.
Dalam diskusi tersebut sempat dipertanyakan soal maraknya pasar modern dan 
semakin terpuruknya pasar tradisional, sehingga para peserta berharap dapat 
memberikan kontribusi pemikiran terkait optimalisasi pasar Tradisional ditengah 
persaingan global.
“Persoalan pasar tradisonal bukanlah hal yang baru dengan berbagai kekisruhannya 
serta kondisinya yang semakin membuatnya semakin terpuruk ditengah persaingan 
global, untuk itu, perlu kita sadari bersama untuk melakukan berbagai upaya 
untuk mengoptimalkan fungsi pasar tradisional untuk dapat bersaing dengan pasar 
modern,” tutur Moh. Idris, Sekjen Badan Eksekutif Mahasiswa STIE Budi Pertiwi 
kepada Pasundan Ekspres seusai kegiatan.
Dikatakan, bahwa pasar tradisional merupakan salah satu pondasi ekonomi rakyat 
yang perlu diperhatikan agar keberadaannya lambat laun tidak punah, “misalnya 
dengan dilakukan pemutakhiran system managementnya secara professional sehingga 
pengelolaannya tidak asal-asalan. Tidak menutup kemungkinan pemerintah juga 
menjalin kerjasama dengan pihak swasta untuk pengelolaan pasar bukan hanya 
pembangunannya saja, sehingga mekanisme pengelolaannya pun dikelola secara 
professional dalam rangka meningkatkan daya saing pasar tradisional terhadap 
pasar modern,” tambahnya.
Di sisi lain, Shogi Lufthi, Ketua Umum Lembaga Pers Mahasiswa STIE Budi Pertiwi 
menuturkan bahwa pasar tradisional dengan berbagai kecenderungannya, telah 
menggeser paradigma masyarakat untuk berbelanja di pasar tradisional tersebut, 
“bayangkan jika kita berbelanja di pasar tradisional yang becek dan bau serta 
kumuh dengan berbelanja di pasar modern yang menawarkan berbagai fasilitas dan 
berbagai kenyamanan siapa yang tak tertarik dengan konsep pasar modern. Nah, ini 
yang menurut kami perlu kiranya dilakukan sebuah langkah konkret oleh pemerintah 
daerah untuk mensiasati hal tersebut, sehingga pasar tradisional tidak punah 
perlahan-lahan,” katanya.
“Saya yakin dan percaya, pemerintah daerah melalui instansi terkait memikirkan 
betul terkait hal tersebut, namun perlu kirannya kesadaran kolektif dari 
masyarakatpun diupayakan sehingga pasar tradisional itu tidak dikelola secara 
konservatif yang membuatnya menjadi pilihan kedua setelah pasar modern,” tambah 
Shogi.
Ditempat yang sama Aditya Johan, Kabid Kemahasiswaan BEMSTIE Budi Pertiwi lebih 
menyikapi pada persoalan zonasi dan mekanisme pasar diantara kedua jenis pasar 
tersebut. “Dalam hal pengelolaan pasar dewasa ini pemerintah harus dapat 
memberlakukan mekanisme pasar yang adil demi kesejahteraan masyarakat terutama 
para pelaku pasar tradisional. Misalnya dengan memberlakukan sebuah aturan main 
untuk pasar modern yang tidak boleh menjual salah satu produk yang produk 
tersebut merupakan unggulan di pasar tradisional. Selain itu persoalan jam buka 
juga harus mulai ditegaskan kepada pasar modern agar pasar tradisional tidak 
keteteran melawan pasar modern, karena pada dasarnya Pasar Modern dan 
Tradisional bersaing dalam Pasar yang sama, yaitu Pasar ritel atau perdagangan 
secara ritel, sehingga hampir semua produk yang dijual di Pasar Tradisional 
seluruhnya dapat ditemui di Pasar Modern. Semenjak kehadiran  Pasar Modern, 
Pasar Tradisional disinyalir merasakan penurunan pendapatan dan keuntungan yang 
drastis”  tuturnya.(edn)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar