Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Drs, Acep Jamhuri, M.Si, saat sedang menjadi pembicara dalam diskusi Ekonomi Kerakyatan STIE Budi Pertiwi |
KARAWANG-Persoalan seni dan budaya lokal dipandang tanggung jawab semua lapisan
masyarakat dalam menjaga dan melestarikan nilai-nilai kearifan lokal sebagai
identitas suatu kekayaan bangsa.
Melihat kondisi kekinian tentang nilai-nilai seni dan budaya yang hampir pudar
dalam benak generasi muda Drs. Acep Jamhuri,M.Si, Kepala Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata gencar melakukan berbagai diskusi dan dialog dengan berbagai lapisan
masyarakat dalam rangka meningkatkan potensi seni dan budaya lokal Karawang.
Salah satunya Acep menjadi pembicara dalam diskusi yang digelar oleh STIE Budi
Pertiwi selama tiga hari belakangan.
“Saat ini kami sedang melakukan berbagai upaya dalam rangka peningkatan potensi
seni dan budaya lokal Karawang yang dalam kurun waktu beberapa tahun kebelakang
dirasakan kurang gaungnya. Dan untuk itu, perlu adanya pemikiran kontributif
dalam rangka peningkatan potensi kekayaan budaya lokal tersebut baik dari sisi
seni,budaya maupun pariwisatanya,” tutur Acep.
“Karena disadari atau tidak, Kabupaten karawang ini menyimpan banyak kekayaan
seni dan budaya bahkan pariwisata jika dikelola dengan baik dan itu sedang kami
upayakan dan sedang berjalan,” tambahnya.
Ditempat yang sama, dalam kesempatan tersebut sempat dipertanyakan soal
pungli-pungli di situs wisata religi oleh salah seorang peserta diskusi.
“Seperti yang kita ketahui bahwa kawasan wisata religi makom Syeh Quro sebagai
pembawa ajaran Islam pertama di Karawang selalu ramai oleh peziarah dari
berbagai daerah, namun sangat disayangkan pada kesempatan-kesempatan tertentu
seringkali ditemui pungli yang tidak jelas alokasinya untuk apa, bagaimana
langkah Disbudpar menyikapi hal tersebut,” tutur Ayip Saepudin, salah satu
peserta diskusi.
Menjawab hal tersebut Acep menegaskan bahwa hal tersebut sebetulnya pernah
dilakukan penganganan-penanganan sejak dirinya masih di Satpol PP, namun
sayangnya karena berbagai factor yang salah satunya adalam mental membuat hal
tersebut sulit untuk ditangani. “kalau saja alokasinya jelas kita tidak akan
menghalang-halangi, namun tidak bias dipungkiri ada sebagian kecil pungutan yang
dilakukan alokasinya tidak jelas dan hal tersebut sudah kami bicarakan dengan
aparat desa setempat bagaimana pengelolaannya,” tutur Acep.
Sementara itu peserta diskusi lain, Rudi Sugiri, salah satu mahasiswa STIE Budi
Pertiwi semester 6 sempat mengemukakan pertanyaan soal seni dan budaya lokal
yang harus dimasukan dalam kurikulum pendidikan. “dalam upaya meningkatkan
potensi seni dan budaya lokal serta rasa cinta terhadap hal tersebut, adakah
upaya Disbudpar untuk mencantumkan muatan seni dan budaya lokal dalam kurikulum
sekolah, sehingga mau atau tidak para peserta didik yang nota bene adalah
generasi muda dapat memahami nilai-nilai kekayaan seni dan budaya lokal. Sebab
hal tersebut dirasa penting agar kelestarian seni dan budaya lokal tidak
tergerus oleh perkembangan zaman,”tuturnya.
Menyambut pertanyaan tersebut acep menjawab bahwa bukan hanya saat ini
pertanyaan dan persoalan itu dikemukakan, “Untuk kesekian kalinya hal tersebut
mengemuka dan memang ini menjadi rekomendasi berbagai pihak dan hal tersebut
sedang dibahas kemungkinan-kemungkinannya, namun selama ini tentang seni dan
budaya lokal telah masuk ke dalam kegiatan ekstra kurikuler di beberapa
sekolah,”jawab Acep.(edn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar